Sabtu, 10 Mei 2014

Surat yang Tak Sampai..

Ini bukan tentang tukang Pos yang selalu berhubungan dengan surat. Ini kisah tentang perjalanan seseorang dalam memperjuangkan hatinya. Singkat saja. Ini tentangku..
Hari itu mendung, tapi tidak dengan hatiku. Pertemuan pertamaku dengannya yang secara tak sengaja dan berlangsung cukup singkat di hari itu mampu membuatku tersenyum sendiri saat mengingatnya. Di lantai atas gedung lama di sekolahku. Disitulah awal pertemuan sekaligus perkenalan kita. Berawal dari mataku dan matanya yang tak sengaja saling bertemu, saling menatap satu sama lain. Dan ternyata, pertemuan yang singkat itu selalu membayangi pikiranku. Tak pernah lupa, dan aku selalu ingat detail percakapan singkat kita.
Diawali dengan “hai”, dan kalimat terakhir “sampai jumpa lagi ya?”. Kalimat itu, yang selalu aku tunggu untuk kita benar-benar berjumpa lagi..
Satu minggu berlalu, dan kita bertemu lagi. Mungkin dia juga tak kuasa menahan rindu, sama sepertiku. Dan setelah itu pertemuan kita sudah seperti agenda rutin yang hampir setiap hari, meskipun hanya 5 menit saja. Sudah satu tahun, dan aku  merasakan seperti dia milikku, dan aku miliknya. Meskipun sebenarnya itu hanya harapku saja.  Tak pernah berhenti aku berharap suatu saat kita bisa menjadi seperti itu. Ya, ‘kita’. Kita yang sebenar-benarnya ‘kita’. Hanya ada aku dan dia. Hanya akulah yang ada dihatinya, hanya akulah yang selalu ada di pikirannya, hanya akulah yang boleh mencemburuinya. Tidak ada satu, dua, atau lebih orang lainnya.


Sudah berkali-kali dia katakan bahwa dia menyayangiku. Entah sayang yang seperti apa. Tapi itu sudah membuatku terlanjur nyaman dengan ‘kita’ yang seperti ini. Tak ada ikatan. Meski baru kusadari sekarang dia mulai diam. Dia berbeda. Dia berubah, tak seperti dia yang ku kenal. Dia kenapa? Kenapa dia? Ada apa dengannya? Pertanyaan yang sangat ingin aku tau jawabannya. Mungkinkah saat ini dia sedang berpikir bagaimana caranya mengungkapkan perasaannya padaku? Mungkinkah begitu? Ah, entahlah. Sudah dua minggu ini tak ada kabar darinya. Aku mulai takut, apa mungkin dia sakit? Oh Tuhan, tolong jangan. Aku belum sempat katakan padanya bahwa aku juga menyayanginya. Bahkan lebih besar dari rasa sayangnya padaku. Mungkin inilah yang dinamakan cinta. Ya, aku mencintainya..


Cerahnya hari ini secerah suasana hatiku. Sudah kuputuskan hari ini akan ku ungkapkan semuanya. Semuanya tentang bagaimana perasaanku padanya. Dan kuharap ini bisa membuatnya seperti dulu lagi. Seperti dia yang menyayangiku.
Tibalah aku di depan gerbang rumahnya. Dan tak kusangka aku melihat sesuatu yang sama sekali tak kuinginkan. Kulihat dia bersama seorang gadis berkulit putih yang kutau gadis itulah cinta pertamanya. Entah harus bagaimana lagi, aku sudah tak kuasa menahan butiran air mata yang membendung ini. Aku berbalik, aku berlari sejauh-jauhnya, sekuat tenagaku.
Terlambat, kini aku sudah terlambat. Berlembar-lembar surat cinta untuknya yang kutulis dalam hatiku, tak sampai jua pada hatinya.
Dan inilah surat yang tak sampai pada tuannya. Inilah sebendung perasaan yang tak tersampaikan…



Tidak ada komentar:

Posting Komentar