Ini
bukan tentang tukang Pos yang selalu berhubungan dengan surat. Ini kisah
tentang perjalanan seseorang dalam memperjuangkan hatinya. Singkat saja. Ini
tentangku..
Hari
itu mendung, tapi tidak dengan hatiku. Pertemuan pertamaku dengannya yang
secara tak sengaja dan berlangsung cukup singkat di hari itu mampu membuatku
tersenyum sendiri saat mengingatnya. Di lantai atas gedung lama di sekolahku.
Disitulah awal pertemuan sekaligus perkenalan kita. Berawal dari mataku dan
matanya yang tak sengaja saling bertemu, saling menatap satu sama lain. Dan
ternyata, pertemuan yang singkat itu selalu membayangi pikiranku. Tak pernah
lupa, dan aku selalu ingat detail percakapan singkat kita.
Diawali
dengan “hai”, dan kalimat terakhir “sampai jumpa lagi ya?”. Kalimat itu, yang
selalu aku tunggu untuk kita benar-benar berjumpa lagi..
Satu
minggu berlalu, dan kita bertemu lagi. Mungkin dia juga tak kuasa menahan
rindu, sama sepertiku. Dan setelah itu pertemuan kita sudah seperti agenda
rutin yang hampir setiap hari, meskipun hanya 5 menit saja. Sudah satu tahun,
dan aku merasakan seperti dia milikku,
dan aku miliknya. Meskipun sebenarnya itu hanya harapku saja. Tak pernah berhenti aku berharap suatu saat
kita bisa menjadi seperti itu. Ya, ‘kita’. Kita yang sebenar-benarnya ‘kita’.
Hanya ada aku dan dia. Hanya akulah yang ada dihatinya, hanya akulah yang
selalu ada di pikirannya, hanya akulah yang boleh mencemburuinya. Tidak ada
satu, dua, atau lebih orang lainnya.
Sudah
berkali-kali dia katakan bahwa dia menyayangiku. Entah sayang yang seperti apa.
Tapi itu sudah membuatku terlanjur nyaman dengan ‘kita’ yang seperti ini. Tak
ada ikatan. Meski baru kusadari sekarang dia mulai diam. Dia berbeda. Dia
berubah, tak seperti dia yang ku kenal. Dia kenapa? Kenapa dia? Ada apa
dengannya? Pertanyaan yang sangat ingin aku tau jawabannya. Mungkinkah saat ini
dia sedang berpikir bagaimana caranya mengungkapkan perasaannya padaku?
Mungkinkah begitu? Ah, entahlah. Sudah dua minggu ini tak ada kabar darinya.
Aku mulai takut, apa mungkin dia sakit? Oh Tuhan, tolong jangan. Aku belum
sempat katakan padanya bahwa aku juga menyayanginya. Bahkan lebih besar dari
rasa sayangnya padaku. Mungkin inilah yang dinamakan cinta. Ya, aku
mencintainya..
Cerahnya
hari ini secerah suasana hatiku. Sudah kuputuskan hari ini akan ku ungkapkan
semuanya. Semuanya tentang bagaimana perasaanku padanya. Dan kuharap ini bisa
membuatnya seperti dulu lagi. Seperti dia yang menyayangiku.
Tibalah aku di depan gerbang rumahnya. Dan tak kusangka aku melihat sesuatu yang sama sekali tak kuinginkan. Kulihat dia bersama seorang gadis berkulit putih yang kutau gadis itulah cinta pertamanya. Entah harus bagaimana lagi, aku sudah tak kuasa menahan butiran air mata yang membendung ini. Aku berbalik, aku berlari sejauh-jauhnya, sekuat tenagaku.
Tibalah aku di depan gerbang rumahnya. Dan tak kusangka aku melihat sesuatu yang sama sekali tak kuinginkan. Kulihat dia bersama seorang gadis berkulit putih yang kutau gadis itulah cinta pertamanya. Entah harus bagaimana lagi, aku sudah tak kuasa menahan butiran air mata yang membendung ini. Aku berbalik, aku berlari sejauh-jauhnya, sekuat tenagaku.
Terlambat,
kini aku sudah terlambat. Berlembar-lembar surat cinta untuknya yang kutulis
dalam hatiku, tak sampai jua pada hatinya.
Dan
inilah surat yang tak sampai pada tuannya. Inilah sebendung perasaan yang tak tersampaikan…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar